Ditetapkan Sebagai Tersangka, KPK Tahan Bupati Banjarnegara
Newsmetroindonesia.com Jakarta | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyampaikan informasi terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2017-2018.
Hal tersebut disampaikan ketua KPK H. Firli Bahuri kepada awak media, bahwa setelah dilakukan pengumpulan berbagai informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Ujarnya Jumat 03/09.
Bahwa KPK telah melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke Penyidikan pada bulan Mei 2021,
KPK juga telah menetapkan Tersangka BS Bupati Kabupaten Banjarnegara periode 2017-2022 serta KA Swasta, ungkap Firli.
Maka atas perbuatannya, BS dan KA disangkakan melanggar pasal sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana Pasal 12 huruf (i) “Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”.
Note ; Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selanjutnya, Pasal 12B (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
- a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
- b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh Penuntut Umum..
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Serta disangkakan pula sebagaimana Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Untuk kepentingan penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan para Tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 3 September 2021 s/d 22 September 2021
BS di tahan di Rutan KPK pada Kavling C1, sedangkan KA ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Sebagai langkah antisipasi penyebaran virus Covid-19 dilingkungan Rutan KPK, para Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada Rutan masing-masing.
Adapun dalam konstruksi perkara, diduga telah terjadi pada tahun 201, BS dilantik menjadi Bupati Kabupaten Banjarnegara untuk periode 20172022.
Dibulan September 2017, BS memerintahkan KA yang adalah orang kepercayaan dan juga pernah menjadi Ketua Tim Sukses dari BS saat mengikuti pemilihan kepala daerah untuk memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.
Dalam pertemuan tersebut, sebagaimana perintah dan arahan BS, KA menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) senilai 20% dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10% dari nilai proyek.
Pertemuan selanjutnya kembali dilaksanakan dirumah kediaman pribadi BS yang dihadiri oleh beberapa perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung BS menyampaikan, diantaranya menaikkan HPS senilai 20% dari harga saat itu.
Dengan pembagian lanjutan, senilai 10% untuk BS sebagai komitmen fee dan 10% sebagai keuntungan rekanan. Terangnya.
BS juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur, diantaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
KA juga selalu dipantau serta diarahkan oleh BS saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik BS yang tergabung dalam grup BM .
Adapun, penerimaan komitmen fee senilai 10% oleh BS dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan KA.
Diduga BS telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara, sekitar sejumlah Rp2,1 Miliar. Ungkap Ketua KPK
Pengadaan infrastruktur sangat penting untuk menunjang perekonomian nasional. Sudah sepatutnya pengadaan ini dilakukan dengan penuh integritas dan sesuai aturan yang berlaku.
Agar infrastruktur yang dibangun terjamin kualitas dan kuantitasnya demi memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
KPK tak bosan mengingatkan kepada para Penyelenggara Negara untuk tetap amanah terhadap janji jabatan dalam melayani rakyat.
Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri dengan melakukan korupsi. KPK juga mengingatkan kepada para pihak swasta, agar selalu melaksanakan prinsip binis secara bersih dan jujur, tutup Ketua KPK H. Firli Bahuri.
*UPAYA PAKSA, KPK Tahan Sejumlah ASN Sebagai Tersangka Prihal Seleksi Jabatan di Kabupaten Probolinggo*
JAKARTA | Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan informasi terkait perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya terkait seleksi jabatan dilingkungan pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 22 orang tersangka dalam perkara ini, adalah sebagai pemberi ASN Pemerintah Kabupaten Probolinggo, 1. SO, 2. AW, 3. MW, 4. MU, 5. MI, 6. MB , 7. MH, 8. AW, 9. KO, 10. AS, 11. JL, 12. UR, 13. NH, 14. NUH, 15. HS, 16. SR, 17. SO dan 18. SD
Serta 4 Orang sebagai Penerima ; 1. HA, 2. PTS, 3. DK serta 4. MR. Adapun, kepada para Tersangka tersebut disangkakan, ungkap ketua KPK H. Firli Bahuri kepada awak media, Sabtu 04/09
Adapun, sebagai Pemberi ; SO dkk disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dan sebagai Penerima ; HA, PTS, DK dan MR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Maka untuk kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 4 September 2021 s/d 23 September 2021.dengan tempat penahanan sebagai berikut ;
Ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur ; AW, MW, MU, MB, MH, AW, KO, AS, JL, UR dan NH
Selanjutnya, ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur ; NUH dan HS. Ditahan di Rutan Salemba SO. Ditahan di Rutan Polres Jakarta Barat SR. Ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih SD. Ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. MI.
Adapun, dalam konstruksi perkara, diduga telah terjadi akan dilaksanakannya pemilihan Kepala Desa serentak tahap II di wilayah Kabupaten Probolinggo yang awalnya diagendakan pada 27 Desember 2021 dilakukan pengunduran jadwal pemilihan sehingga terhitung 9 September 2021 terdapat 252 Kepala Desa dari 24 Kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat. Terang Ketua KPK.
Maka untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Desa tersebut maka akan diisi oleh Penjabat Kepala Desa yang berasal dari para ASN di Pemkab Probolinggo dan pengusulannya dilakukan melalui Camat.
Selain itu ada persyaratan khusus dimana usulan nama para Pejabat Kepala Desa harus mendapatkan persetujuan HA dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari PTS dan para calon Pejabat Kepala Desa juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang.
Adapun tarif untuk menjadi Pejabat Kepala Desa sebesar Rp20 juta, ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5juta/hektar. Ungkap Firli.
Selanjutnya, mengetahui adanya kekosongan jabatan ini, SO dkk kemudian mengajukan proposal usulan nama-nama untuk mengisi posisi jabatan Pejabat Kepala Desa dimaksud dan juga bersedia menyerahkan sejumlah uang dengan masing-masing di tentukan nilainya sebesar Rp20 juta.
Diduga ada perintah dari HA memanggil para Camat untuk membawa para Kepala Desa terpilih dan Kepala Desa yang akan purnatugas.
HA juga meminta agar Kepala Desa tidak datang menemui HA secara perseorangan akan tetapi dikoordinir melalui Camat.
Pada Jumat, 27 Agustus 2021, 12 Pejabat Kepala Desa menghadiri pertemuan disalah satu tempat di wilayah Kecamatan Krejengan, Probolinggo dimana diduga dalam pertemuan tersebut telah ada kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang kepada PTS melalui HA dengan perantaraan DK.
Pertemuan tersebut diantaranya dihadiri oleh AW, MW, MI, MB, MR, AW serta KO, dan dari yang hadir ini telah disepakati untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp20 juta sehingga terkumpul sejumlah Rp240 juta.
Bahwa untuk mendapatkan jabatan selaku Pejabat Kepala Desa diwilayah Kecamatan Paiton, MR telah pula mengumpulkan sejumlah uang dari para ASN hingga berjumlah Rp112,500 juta untuk diserahkan kepada PTS melalui HA.
KPK menyesalkan terjadinya jual beli jabatan di tingkat desa yang dilakukan secara massal seperti ini. Pejabat yang menyuap untuk mendapatkan jabatan pasti tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh Integritas dan fokus bekerja melayani rakyatnya.
Namun memikirkan bagaimana mengembalikan modal suap yang telah dikeluarkan untuk memperoleh jabatan tersebut.
Hal ini sangat mencederai keinginan masyarakat untuk memiliki kepala desa yang amanah dan mengedepankan prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih, pungkas Ketua KPK.
By:admin